Klaster Sawatu Gandeng Remaja Lintas Agama, Sosialisasi Bijak Bermedsos Demi Jaga Toleransi Maluku
Antisipasi penyalahgunaan media sosial di kalangan Generasi Z terus digencarkan di Maluku. Pada Kamis, 1 Mei 2025, KlasterSawatumenggelar sosialisasi bertajuk“Bijak Digitalisasi Generasi Z”di Negeri Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Kegiatan ini menyasar remaja lintas agama sebagai bagian dari upaya menjaga kohesi sosial dan merawat identitas orang basudara di tengah tantangan era digital.
Ketua Klaster Sawatu,Glenn J.M. Komul, S.Th., M.Th, menjelaskan bahwa sosialisasi ini merupakan bagian dari inisiatif memperkuat toleransi antarumat beragama dan mencegah retaknya hubungan persaudaraan akibat penyalahgunaan media sosial yang semakin masif.
“Kita kembali pada identitas kita, kita kokohkan hubungan persaudaraan Pela-Gandong. Jangan kita mudah disusupi dengan kepentingan pihak-pihak yang mencoba memecah belah hubungan manis orang basudara di Maluku,” tegas Komul saat ditemui usai kegiatan.
KlasterSawatusendiri merupakan kolaborasi komunitas remaja lintas iman yang berasal dari Tulehu, Waai, dan gabungan komunitasSagu Satumang(Salobar-Pohon Mangga).
Inisiatif ini lahir dari kerja sama denganKalijaga Institute for Justice (KIJ)UIN Sunan Kalijaga, yang sebelumnya juga menggagas lokakarya toleransi bertajuk“Ale Rasa Beta Rasa, Sagu Salempeng Pata Dua”di Ambon.
“Cikal bakal komunitas lintas agama ini dimulai dari Sagu Satumang, dua komunitas beda agama yang tinggal berdampingan di Air Salobar dan Pohon Mangga,” jelasnya.
Komul menekankan bahwa keterlibatan generasi muda, khususnya Gen Z, sangat penting untuk membentengi Maluku dari penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan praktik bullying yang merajalela di media sosial.
“Kami ingin agar komunitas Sawatu hadir untuk menangkal informasi hoaks yang akhir-akhir ini membuat orang mudah tersulut pada perpecahan atau konflik,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa program ini adalah langkah kecil yang berdampak besar dalam menciptakan ruang dialog dan saling pengertian antarumat beragama, serta membangun ketahanan komunitas dari bawah, dimulai dari desa.
“Ini langkah kecil yang berdampak besar untuk saling memahami dan menghormati keyakinan orang lain,” tambahnya.
Sementara itu,Thobias Rahalus, selaku pemateri, mengangkat isu krusial seputar hoaks, bullying, dan kecanduan media sosial yang sangat mempengaruhi mental generasi muda. Ia memaparkan data UNESCO yang menyebut 84 persen remaja pernah mengalami bullying.
“Harapannya, remaja dan pemuda masa kini bisa gunakan media sosial dengan bijak. Saring sebelum sharing, jaga etika, atur waktu online, dan libatkan orang tua. Ini penting agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain,” tandas Thobias.
Sosialisasi ini tidak hanya menjadi ruang berbagi informasi, tapi juga panggilan moral bagi generasi muda Maluku untuk menjaga warisan harmoni dan toleransi yang telah lama menjadi identitas daerah ini.
“Orang Maluku sebenarnya rindu kebersamaan. Agenda di tingkat klaster membuka rasa bahwa toleransi itu nyata, bukan hanya konsep. Saat kita merawat kebersamaan, kita sedang merawat bangsa ini,” tutup Komul.