Dikutip dari Detik News- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menepis spekulasi yang beredar di media sosial bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak disambut hangat Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden terkait undangan RI ke Rusia pada KTT G20. Ruhaini menyebut justru Biden menyambut hangat kehadiran Jokowi dalam pertemuan KTT Khusus ASEAN-AS di Gedung Putih, Washington DC, AS.
Ruhaini mengatakan, saat jamuan makan malam, Jokowi mendapatkan kehormatan untuk membalas toast Biden. Menurutnya, kehangatan sambutan Biden justru menunjukkan hubungan bilateral Indonesia dan AS tidak berubah di tengah tantangan-tantangan dinamis, baik soal ketegangan kawasan ASEAN antara AS dan China, serta dampak dari konflik Rusia-Ukraina terkait kehadiran Rusia dalam KTT G20.
"Sikap bersahabat Joe Biden tetap tampak seperti saat menjabat sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama. Joe Biden memang memiliki hubungan personal yang sangat baik dengan Presiden Jokowi, terutama pada saat melakukan kunjungan kenegaraan 2015 lalu," kata Ruhaini dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/5/2022).
Ruhaini menilai kehangatan sambutan Biden kepada Jokowi sangat penting artinya bagi Indonesia, baik secara bilateral, regional, dan multilateral. Secara bilateral, kata Ruhaini, AS telah menunjukkan kepercayaan terhadap keterbukaan dan potensi investasi Amerika di Indonesia ataupun eksport komoditas jadi seperti baterai mobil listrik dan komoditas hilir lainnya.
"Ini dibuktikan dengan keterbukaan AS terhadap inisiatif Indonesia bertemu dengan para CEO besar di AS," ucapnya.
Ruhaini menyebut secara regional kehangatan sambutan Presiden Biden menunjukkan kepercayaan pada Indonesia sebagai koordinator kemitraan ASEAN-AS. Terlebih, kata dia, pertemuan KTT Khusus ASEAN-AS baru pertama kali ini dilakukan di Gedung Putih, Washington DC, sejak 45 tahun silam.
"Presiden Barack Obama pernah mengundang KTT khusus ASEAN-AS tahun 2016. Tapi pertemuan digelar di Sunnyland, California, bukan di Gedung Putih dan di Washington DC. Tentu ini bentuk penghargaan dan juga kehormatan bagi Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Ruhaini menyebut Amerika Serikat juga melihat Indonesia sebagai negara middle power, sangat konsisten dengan prinsip politik luar negeri 'Bebas Aktif' dalam menyikapi hubungan ASEAN dengan negara-negara besar, terutama soal Amerika Serikat dan China.
Dalam kaitan hubungan multilateral, Ruhaini mengatakan sebagai pemegang presidensi G20, Indonesia masih dipandang berpeluang menjalankan peran strategis untuk penghentian konflik bersenjata Rusia dengan Ukraina. Indonesia, kata dia, juga dinilai bisa mendorong penyelesaian konflik melalui perundingan, karena memiliki hubungan baik dengan kedua negara.
"Tentu Indonesia siap menjadi bagian itu (perundingan Rusia-Ukraina)," pungkasnya.